Aku bikin cerpen ini, saat di kasih tugas oleh Ibu Marmiyanah SMA N 3 Unggulan Kayuagung untuk nilai harian kami. Semoga cerpen ku ini, bisa bermanfaat bagi yang baca. selamat membaca.
Semua Untuk Adik
By Dewi Parwati
Namaku Keyla Cintya Putri, bekerja di sebuah kantor informasi di Jakarta sebagai photograper. Aku menekuni bakatku ini dari SMA kelas I dan aku sering bimbel kelas pemotretan. Aku melanjutkan sekolahku di salah satu universitas terbaik di Indonesia yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berlokasi di Yogyakarta.
Adikku Clara Arumy Putri, yang masih melanjutkan studynya di Universitas Indonesia (UI). Adikku pun sama seperti aku, ingin menjadi seorang photografer yang handal seperti sosok papa yang sudah tenang di alam sana bersama Tuhan.
Aku dan adikku sekarang hidup bersama mama yang berkerja sebagai manager di salah satu kantor papa di Jakarta. Sudah 1 tahun kami bertiga hidup tanpa ditemani papa, tapi kami selalu tegar agar papa tetap tersenyum di atas sana, itulah kata-kata yang sering mama katakan untuk kami ketika kami sedang sedih saat mengingat papa.
Mama berkerja dari pagi sampai sore untuk menafkahi hidup kami, aku tidak tega melihat mama berkerja dari pagi sampai sore. Sering aku berikan uang hasil kerjaku ke mama tapi mama menolaknya. Mama bilang, “uang itu untuk kamu saja, uang itukan hasil kerja kerasmu”. Aku pernah marah karena mama tidak mau menerima uangku, mama lalu memelukku sambi bilang “nak, mama hanya mau lihat, apa kamu bisa gunain uangmu itu dengan baik ?” , akupun tersenyum dan mencium kening mama.
Pagi-pagi aku sudah bergegas untuk pergi ke kantor, tapi sebelum pergi harus aku sempatkan untuk breakfast with my mom and my sister. Karena, sarapan bersama mama dan Clara tidak akan aku temukan di makan siang dan makan malam. Aku makan siang di kantor, mama juga begitu, hanya Clara yang stay on makan siang di rumah. Makan malam juga begitu, terkadang lembur, jadi harus makan malam di kantor, mama juga sering lembur, maklum manager perusahaan. Lagi lagi Clara alone makan malam di rumah. Aku sebenarnya kasihan lihat Clara, saat Clara sering SMS :
Lagi lagi alone makan malan di rumah, uhh bete gue. Cepet pulang dongs L
Inginku pulang segera, tapi tugas pengeditan sudah ada di atas meja. Jadi terpaksa harus aku selesaikan dulu.
Sesampai di rumah aku lihat Clara sudah tertidur lelap di kamarku, aku hanya tersenyum melihat adikku ini. Aku ke kamar mama, ternyata mama juga sudah tertidur lelap yang menggambarkan kelelahan dari wajahnya, aku mendekat dan menyelimutkan selimut ke badan mama, aku cium kening mama dan bilang “I love you mom, selamat tidur”. Segera juga akupun ingin tidur, karena lelah juga aku rasakan diseluruh tubuhku. Aku merebahkan tubuhku di atas kasurku yang dominan berwarna hijau muda. Semua bebanpun terlepas dan kenyamananpun aku rasakan.
Tepat jam 06.00 aku keluar dari rumah, rasa lelah yang aku rasakan semalam hilanglah sudah. Aku beranjak dari tempat tidur, kulihat ada note di atas meja. Ternyata kartu happy birthday dari mama dan Clara. Aku hanya tersenyum, dan sayangnya aku tak bisa membalas, karena aku harus berangkat pagi ke kantor untuk persentasi dengan manager. Segera juga aku mandi dan bergegas untuk sarapan dengan mama dan Clara.
Tadinya aku ingin pergi menaiki motor kesayanganku, tapi udara dingin dipagi ini sangat menusuk jantungku. Jadinya aku lebih memilih untuk berangkat naik taxi saja. Saat mau keluar pagar rumah, kulihat ada orang dengan motor kawasaki ninja hijau stop tepat di depan pintu pagar rumahku. Ternyata itu Brian, dia sahabatku di kantor.
“Lo mau berangkat Cin ?”, tanya Brian.
“Ya nih, lo ngapain kesini ?” jawabku.
“Mau jemput lo dong, gak boleh ?”, balas Brian.
“Tumben banget, mimpi apa lo semalem ?”, tanyaku dengan wajah mencurigai.
“Iya deh, aku mau lihat hasil editan lo yang untuk dipersentasikan hari ini, boleh kan ?”, melas Brian.
“huhuhu, emang lo belom ya ? gimana sih lo ?”, balasku sambil mengeluarkan berkas-berkas hasil kerjaku.
“Lihat dikit aja kok, boleh ya, gak kasihan nih sama aku ? entar aku teraktir deh lo, kita jalan ya sepulang kerja ?”, Brian mengeluarkan senjata ampuhnya jika ingin meminta sesuatu dengan memasang wajah yang paling melas.
“Iya, cepetan gih lihatnya, entar kita telat lagi”, balasku.
“Yuk kita berangkat”, Brian memasang wajah bahagianya sambil menaiki motornya.
Sesampai di kantor, aku dan Brian langsung menuju ruang manager untuk mempersentasikan hasil editan kami. Ternyata, hanya aku dan Brian yang belum datang. Semua mata tertuju pada aku dan Brian yang baru datang. Aku tersenyum bahagia, serasa melayang di atas awan, saat kulihat bangku manager masih kosong, Brianpun tersenyum lega. Karena manager kami dikenal sangat disiplin dengan peraturan, 3X melanggar peraturan bisa-bisa keluar dari kantor.
Sorepun tiba, saatnya orang kantoran pulang ke rumah masing-masing. Raut lelah jelas tergambar di wajah seluruh karyawan, termasuk aku. Brian yang sudah stay on di gerbang kantor,
“yuk naik, jadikan jalan ?”, tanya Brian.
“oh iya, aku lupa. Tadi pagi Brian udah janji mau ngajak jalan”, fikirku dalam hati. Dengan wajah capek aku langsung saja naik motor Brian tanpa menghiraukan pertanyaannya tadi.
Ternyata Brian malah mengajakku jalan ke mall, makan, maen game, shopping dan keliling-keliling, walaupun bikin kaki pegel tapi setidaknya melepas lelah seharian di kantor. Dan disaat itu pula Brian dan beberapa teman sekantorku menyanyikan lagu happy birthday for me, Brianlah yang membawa brownies cake dengan lilin angka 20. Aku terharu, ternyata sahabatku sudah punya rencana untuk hari istimewaku ini. Terutama untuk Brian, Brianlah yang punya ide seperti ini. Aku baru tersadar ternyata dia benar-benar serius ingin denganku, tapi aku tidak pernah memperdulikannya.
Brian mengantarku sampai ke rumah, tapi kok rumahku gelap ya ? kalaupun mati lampu harusnya sekomplek listrik mati semua. Aku pencet bell rumah, tapi tidak ada yang bukain pintu. Ternyata pintu tidak dikunci. Langsung saja aku masuk, suprise ... Clara dan mama keluar dari pintu sambil menyanyikan lagu happy birthday. Ternyata mereka ingat dengan hari ulang tahunku, make a wish dan tiup lilin. Clara dan mama menciumku dengan bergantian sambil berharap aku akan jadi lebih baik dihari esok. Terima kasih mom and my sister you are the best in my heart.
Malam ini aku bahagia, karena hari ini aku mendapat dua suprise sekaligus. Hatiku terbang di dunia surga bersama sayap-sayap cinta, betapa bahagianya aku. Khayalanku terhenti, ketika hp-ku bergetar tepat di samping kepalaku. Ternyata Brian memanggil, langsung saja aku pencet tombol yes.
“hallo”, sapa Brian di seberang sana.
“ya, hallo”, jawabku.
“eh, Cin lagi ngapain ?”, balas Brian dengan suara agak gugup.
Dari suaranya itu, aku sudah menebak pasti Brian akan menyatakan cintanya lagi padaku. Ternyata, dugaanku tepat sekali, dia menyatakan cintanya lagi untuk yang kedua kali setelah aku tolak 1 tahun yang lalu.
Dulu aku menolak Brian, alasanku karena aku punya 20 target yang harus aku capai, dan sebelum target itu tercapai semua, aku tidak mau pacaran. Karena bisa menggangguku dalam mencapai targetku itu. Saat itu, target yang terakhirlah yang belum tercapai yaitu ingin menggantikan posisi papa sebagai photografer. Akhirnya Brian mau menungguku sampai aku menjadi seorang photografer yang handal seperti papa, Brian bahkan mendukungku untuk targetku yang ke-20 ini. Setiap waktu Brian selalu memberiku motivasi. Aku sempat tanyakan pada Brian, agar dia jadi sahabatku saja, karena aku tak mau hubunganku dan Brian suatu saat akan pupus. Brian mau, tapi dia tetap pada pendirian, berharap banyak denganku.
“Akan aku gunakan waktu menunggumu ini untuk jadi sahabatmu”, jelas Brian.
Dan sekarang aku sudah menjadi seorang photografer, bahkan didouble job sebagai pengeditan juga. Dan itu berarti aku tidak punya alasan lagi untuk menolak Brian sebagai kekasihku.
Minggu pagi yang cerah, di luar burung-burung kecil semua bernyanyi dengan merdu. Aku dan Clara sudah keluar rumah, ingin lari pagi bareng. Sudah lama aku tak menemukan saat-saat seperti ini karena kesibukanku di kerja. Terlihat dari raut wajah Clara yang bahagia, tidak menunjukkan wajah yang selama ini aku lihat saat sepulang dari kerja.
“Makan yuk Kak Cin ? Clara laper nih”, ajak Clara.
“Okey deh, kamu yang bayar ya?” jawabku sambil senyum-senyum.
“Wah, Kak Cin masih aja kayak yang dulu, maunya yang gratisan aja, ya ya deh”, balas Clara sambil pesan makanan.
“Kak, mana pacar Kak Cin ? Kak Cin gak pernah tuh ajak cowok ke rumah?”, tanya Clara lagi, sesudah memesan makanan.
“Emang kenapa? kamu mau kenalan?”jawabku singkat.
“Mau dong kenalan, cakep gak ya ?”, ledek Clara.
“Pasti dong, kalo pacar kamu gimana ?”, balasku.
“Clara baru putus kak dengan Egi, tapi sekarang .....”, jawab Clara sambil senyum-senyum.
“Sekarang apa ? udah ada yang baru ? cepet banget kamu”, balasku cepat.
“Bukan yang baru sih, tapi calon aja”, jawab Clara sambil tertawa.
“Wah, kenalan dulu gih dengan kakak, nanti kakak nilai dulu, biar langgeng pacarannya”, ledekku.
“Huh Kak Cin, emang barang apa? pake dinilai-nilai, tapi entar Clara kenalin dulu deh, moga-moga nilai kakak itu membawa keberuntungan”, jawab Clara sambil tertawa terbahak-bahak.
“Liat aja ya nanti”, balasku sambil senyum.
“Tapi, dia udah kerja. Kerja sebagai photografer sama kayak kakak”, balas Clara.
“Ya bagus dong, sudah punya masa depan. Siapa ? mungkin aja kakak kenal”, jawabku.
“Ada deh Kak Cin sayang, nanti aja, kalo dia ngajak ketemuan sama Clara. Nanti Clara ajak deh Kak Cin, kenalan langsung”, jawab Clara sambil senyum-senyum sendiri.
“Ah, ya udah deh”, balasku singkat.
“Siang nanti, kita jalan yuk Kak ? kangen shopping ni”, rengek Clara.
“Kamu yang teraktir dong”, ledekku.
“Ah Kak Cin, kok Clara terus. Clara mau mempercantik diri nih, kan butuh biaya yang banyak, biar dia cepet-cepet nembak Clara”, jawab Clara sambil tertawa.
“Wah, kamu udah klepek-klepek ya sama tu orang”, balasku.
“Iya nih, Clara falling in love pandangan pertama sama dia, Clara maunya sama dia aja”, jawab Clara sambil senyum.
“Kalo dia udah punya pacar, gimana ?”, balasku cepat.
“Harus putus dong, pokoknya Clara mau dia, derita pacarnya yang diputusi”, balas Clara.
“Kok tega banget sih adikku”, jawabku sambil tertawa.
“Iya dong, Claraaa”, jawab Clara dengan senyum kilat.
Matahari bersinar sekilan di atas kepala, sangat menyengatkan siang hari ini. Aku pulang kerja lebih awal, karena data pengeditanku sudah selesai semua. Sebenarnya Brian mengajakku jalan, tapi aku menolaknya. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah saja. Karena, mulai besok aku dan Brian akan melakukan pemotretan di luar, itu berarti besok dan seterusnya aku akan berhadapan dengan polusi udara Jakarta yang menyesakkan.
“Tumben Kak Cin pulang cepat, sekarang masih siang, atau ada yang ketinggalan ?”, tanya Clara tiba-tiba.
“Eh eh, iya nih. Besok ada pemotretan di luar, jadi diberi waktu untuk persiapan”, jawabku agak sedikit terkejut.
“Oh... By the way, sampai jam berapa pemotretannya Kak ?”, balas Clara lagi.
“Mungkin, jam 14.00 udah pulang kecuali ada job tambahan. Emang kenapa ?”, tanyaku bingung.
“Emhh... Besok Clara mau ngajak dia ketemuan, maksud Clara sih mau ajak Kak Cin, tapi kayaknya Kak Cin sibuk”, balas Clara dengan muka melas.
“Iya, kakak pasti datang, untuk adik tercinta apa sih yang enggak”, jawabku dengan senyum.
“Oke, aku tunggu ya Kak Cin”, balas Clara dengan senyuman lebar.
“Iya tenang aja, lagi pula Kakak udah janji sama kamu, nggak bakal Kak Cin ngingkar deh”, jawabku dengan nada meyakinkan.
“Besok ya Kak Cin. Ya udah, kelihatannya Kak Cin capek, met istirahat Kak Cin”, balas Clara sambil keluar pintu.
Matahari tidak mau bersembunyi di balik awan, karena matahari ingin melihat kebahagiaanku dengan Brian, dan mataharilah yang akan menjadi saksi untuk cinta kami berdua. Sesekali Brian memotretku, tetapi kami tetap fokus pada pekerjaan kami. Matahari kian menyingsing, capek mulai terasa dan cacing dalam perut mulai mengemis.
“Makan yuk, laper nih”, ajakku manja.
“Ya udah deh, aku juga laper sih”, balas Brian dengan senyum khasnya.
“Bri, udah makan kita langsung pulang yuk, aku ada
“Iya, sebenarnya aku juga ada janji sama orang. Eh, ternyata kita sehati ya”, balas Brian sambil tertawa datar.
“Iya-iya”, balasku sambil tersenyum lebar.
Hpku bergetar, ternyata ada SMS masuk, ternyata dari Clara.
Kak, Clara udah ada di tempat biasa. Lagi nungguin dia. Kakak nyusul aja ya, awas gak datang. Meja no 10 ya.
Sesampai di Restore aku melihat-lihat meja no 10, ada cewek, yaitu adikku Clara dan punggung cowok yang membelakangiku, dan kayaknya aku kenal dengan cowok itu. Segera aku menghampiri mereka.
“Kak Cin, ini orang yang sering aku ceritakan sama Kak Cin, Kak Brian ini kakakku”, cakap Clara sambil tersenyum.
“Oh...”, jawabku datar.
“Kok hanya oh saja Kak Cin, atau Kak Cin udah kenal ya sama Kak Brian?”, tanya Clara.
“Enggak kok, Clara Kak Cin ke toilet sebentar ya”, jawabku datar.
Terpancar wajah bahagia Clara saat sedang ngobrol berdua dengan Brian. Aku hanya terdiam, aku memandangi wajahku sendiri di kaca toilet dengan linangan air mata. Ternyata, cowok yang disukai adikku adalah pacarku sendiri.
“Kak, Kak cin kok gak mau ngaku, kalo sebenarnya, Kak Brian itu pacar Kak Cin ?”, tanya Clara mengejutkanku.
“Kata siapa Clara ?”, jawabku sambil mengusap air mata.
“Kak Brian yang bilang”, jawab Clara, sambil meninggalkanku.
“Kakak sayang sama kamu, Kak Cin gak mau nyakitin hati kamu”, balasku cepat sebelum Clara keluar.
Aku memutuskan untuk pulang ke rumah saja, ternyata Clara sudah pulang duluan. Aku menuju ke kamar Clara. Kulihat Clara sedang menangis menyudutkan diri.
“Ngapain Kak Cin kesini, pergi sana, ambil saja Kak Brian ?”, tanya Clara ketus.
“Clara”, jawabku.
“Apa ? aku benci sama Kak Cin, aku benci Kak Brian, mengapa Kak Cin selalu mengambil sesuatu yang aku sayang. Sampai-sampai Papa meninggal kecelakaan gara-gara mau jemput Kak Cin, sekarang Kak Cin mau ngambil Kak Brian. Kakak keluar dari kamarku”, balas Clara dengan emosi.
Terlihat kebencian dari sorot mata Clara, aku hanya menarik nafas panjang dan pergi meninggalkan Clara. Emosi Clara saat ini masih tinggi, percuma saja kalo diajak ngomong baik-baik. Sampai matahari bersembunyi di balik awan, Clara belum keluar dari kamarnnya. Aku coba jenguk ke kamar Clara, bukan dapat senyuman malah dapat cacian dari adikku. Akhirnya, mamalah yang berhasil membawa Clara ke meja makan.
“Aku gak mau makan, kalo harus semeja dengan dia”, cetus Clara.
“Clara, Cintya itu kakakmu, sopan dikit dong”, kata mama membela.
“Ya udah ma, aku makan di ruang tengah aja”, jawabku sambil berdiri.
“Bagus kalo nyadar”, balas Clara.
Sudah dua hari, Clara tidak mau berdiam. Meskipun setiap hari aku selalu menegurnya, membantunya dan selalu mengajak ngobrol, tapi dia tidak perduli. Bahkan dia selalu menunjukkan kebenciannya sama aku. Pernah aku bilang,
“Clara, nanti Kak Cin putusin Kak Brian untuk Clara”, kataku setengah hati.
“Ya udah, putusin aja sekarang”, balas Clara tak perduli.
Saat pemotretan, aku bilang sama Brian, dan aku minta Brian untuk mau jadi pacar Clara. Awalnya Brian tidak mau, tapi kukatakan ini demi aku. Dengan paksa hati, Brian mau menuruti keinginanku.
Satu hari kemudian, Brian sudah pacaran dengan Clara. Hatiku sakit, tapi tidak aku tunjukkan, yang terlihat hanyalah sikapku yang seperti biasa. Malam dingin yang menyejukkan, teringat akan kenanganku dengan Brian, ketika pulang dari kerja. Sekarang Brian bukan milikku lagi, sudah menjadi milik orang lain, adikku sendiri. Entah mengapa, aku merasa sangat kehilangan. Padahal dulu aku menyia-nyiakan waktuku bersama Brian. Tak terasa air mataku mengalir menemani tidurku malam ini.
Aku terbangun dari tidurku, langsung kususul mama yang ada di dapur. Aku peluk mama dengan erat.
“Kenapa ? bangun tidur kok langsung peluk mama”, tanya mama sambil tersenyum.
“Eh mama, mama gak apa-apakan ? gak ada yang sakitkan ?”, tanyaku celingak-celinguk.
“Ditanya kok malah balik nanya. Lihat aja, mama gak apa-apakan ? kamu habis mimpi mama ya?”, tanya mama.
“Iya ma, aku mimpi mama jatuh dari tangga, terus mama divonis gak bisa ngelihat lagi”, jawabku dengan nada sedih.
“Iya, itukan hanya mimpi, kita berdo’a saja semoga gak terjadi apa-apa”, jawab mama menasehati.
“Iya ma, semoga saja”, balasku senyum.
“Ya sudah, sana gih mandi. Abis itu sarapan ya”, balas mama lagi.
“Siip ma”, jawabku senyum.
Pagi yang cerah, jiwakupun cerah. Kulihat di meja makan sudah ada mama dan Clara.
“Pagi semua”, sapaku.
“Pagi sayang”, balas mama.
“Semangatku sedikit berkurang, saat tak kudengar balas sapaan dari Clara, yang kulihat hanyalah wajah Clara yang tanpa ekspresi.
“Aku pergi dulu ya”, kataku sambil mencium mama.
“Iya, hati-hati di jalan sayang”, balas mama tersenyum.
“Clara, Kak Cin pergi dulu ya”, sapaku pada Clara.
“Ya, pacarku jangan digodain”, balas Clara tanpa ekspresi.
Aku hanya terdiam, dan segera pergi meninggalkan mereka. Sesampai di kantor Brian sudah menungguku, hari ini kami akan melanjutkan pemotretan kemarin yang belum selesai.
Kulihat di jalan ada anak-anak pengamen. Aku memotretnya, tepat di tengah jalan, mereka tersenyum saat kufoto. Mungkin malaikat yang mendorongku untuk lari dengan cepat ke arah mereka, dan mendorong anak-anak pengamen ke pinggir jalan saat kulihat mobil akan melintas dengan kecepatan tinggi. Dan akulah yang di tengah jalan itu.
Berapa hari aku tak sadarkan diri, aku sangka aku telah hidup di alam lain. Ternyata tidak, aku masih hidup di dunia. Aku bisa merasakan lembutnya tangan mama, mendengar suara mama dan Clara, tapi kenapa aku tidak bisa melihat ?
“Ma, kenapa aku gak bisa melihat ma?”, Tanyaku datar.
“Sabar sayang, sabar ya. Serahkan semua ini pada Tuhan”, jawab mama sambil terisak-isak.
“Ma, apa aku buta ma ?”, tanyaku lagi dengan emosi.
“Sabar sayang”, balas mama sambil memelukku.
“Tuhan, kenapa semua ini terjadi padaku Tuhan. Apa salahku ?”, kataku sambil menangis tersedu-sedu.
“Ma sekarang aku tak bisa melihat lagi, aku kehilangan pekerjaanku ma”, kataku lagi.
“Sabar sayang, tegarkan hatimu. Ini cobaan untuk kamu. Masalah pekerjaan, kan ada mama sama Clara”, kata mama membujukku.
Aku menangis terisak-isak berjam-jam sampai ku tertidur pulas. Kurasakan matahari menyengat wajahku, aku terbangun dari tidurku. Tapi, aku tak bisa melihat matahari yang bersinar di pagi itu.
Sudah dua minggu aku menjalani rawat jalan di rumah sakit. Itu berarti hari ini aku diperbolehkan pulang ke rumah. Kudengar suara mama yang sedang membereskan baju-bajuku, aku tak bisa melihat dengan mata, tapi aku masih bisa melihat dengan mata hatiku. Aku bisa merasakan keberadaan mama di ruangan tempatku dirawat. Clara membantuku berdiri dan menuntunku berjalan ke mobil. Dan mama membawakan tas yang berisi baju-bajuku.
Aku kenal dengan farfum Brian, ketika brian sudah ada di rumahku. Aku tahu itu Brian, Brian mendekatiku.
“Aku tak bisa melihat lagi Brian, sekarang aku bukan seorang fhotografer lagi”, kataku sedih.
“Sabar Cin, ini cobaan. Kamu tetaplah seorang fhotografer. Matamu saat ini sedang dipinjam Tuhan Cin”, balas Brian.
“Bukan, aku bukan lagi seorang fhotografer. Aku sudah mengecewakan papa”, balasku sambil terisak.
“Cin, cobalah ikhlas dalam menerima setiap cobaan. Papamu pasti tersenyum bahagia ketika melihat kamu ikhlas dalam menerima cobaan ini, papamu pasti bangga punya anak yang tegar seperti kamu. Berdirilah Cin, jangan mau jadi terpuruk”, balas brian menasehati.
Aku hanya terdiam, aku sangat terpukul dengan keadaan seperti ini. Aku kembali ke kamar dan berdiam diri di kamar.
Setiap hari aku hanya termenung, berharap semua ini hanya mimpi dan besok aku akan terbangun dari tidurku ini. Tapi, itu hanya angan-anganku, sekarang aku ada di dunia nyata. Aku memang buta, aku tidak bisa melihat.
Clara yang selama ini sangat membenciku, mungkin setelah melihat keadaanku seperti ini, Clara akan terbangun tidurnya.
“Kak Cin, bagaimana keadaannya?”, tanya Clara membuyarkan lamunanku.
“Eh, Clara. Iya begini-begini saja Clara. Kakak sudah tidak bisa melihat lagi Clara”, balasku.
“Kak, Clara mau minta maaf. Selama ini Clara sudah jahat. Maafin Clara ya Kak?”, balas Clara sambil memelukku.
“Iya sayang, dari dulu sudah dimaafin. Kakak sayang sama Clara, jangan marah lagi ya?”, jawabku sambil kuteteskan air mataku.
“Kak Cin nangis?”, tanya Clara.
“Kakak terharu”, balasku sambil melepaskan pelukanku.
“Kak, Clara punya hadiah untuk Kak Cin”, kata Clara sambil tersenyum.
“Em, apa ya?”, balasku tersenyum lebar.
“Kakak kenal gak sama bau farfum ini?”, tanya Clara sambil mendekatkan Brian kehadapanku.
“Brian”, balasku cepat.
“Kak, Clara sekarang sadar, Kak Brian hanya untuk Kak Cin, Clara ikhlas Kak. Clara mau melepaskan Kak Brian untuk Kak Cin, yang penting Kak Cin bahagia”, balas Clara tersenyum.
“Clara, Kak Cin gak mau ngambil apa yang sudah jadi milik Clara”, balasku terharu.
“Kak Cin, Kak Brian sayang banget sama Kak Cin, percaya deh”, balas Clara lagi.
“Makasih ya sayang”, balasku sambil memeluk Clara.
0 komentar:
Posting Komentar